Ini soal keinginan. Sejak kecil aku begitu memiliki banyak keinginan. Keinginan menjadi seorang prajurit seperti paman saya di Surabaya sana. Keinginan menjadi pemain sepak bola seperti shevchenko pemain AC Milan saat itu. Keinginan menjadi seorang penyanyi fenomenal mengenang seperti Iwan Fals, karena memang sejak kecil aku terbiasa dengan lagu-lagunya, wajar saja, kakakku memiliki banyak kasetnya.
Dan, lagi-lagi keinginan itu selalu bermunculan sepanjang ku beranjak dewasa dan selalu berbeda, dari waktu ke waktu. Sejak SMP, saya terlalu gagap pada tekhnologi Informasi, khususnya dalam mengoprasikan komputer. Komputer memang menjadi barang antik dan langka bagiku saat SMP, memegang mouse-nya saja tidak pernah, di masa SMP-lah aku terbiasa dengan komputer, dan keinginan pun muncul, aku ingin menjadi ahli komputer, sekarang mungkin orang seperti itu bisa disebut programmer atau teknisi komputer, apa-lah. Keinginan terus bermunculan sampai sekarang, dan selalu berbeda, itulah sesuatu yang dimiliki oleh penghuni bumi ini, manusia, selalu memiliki banyak macam keinginan.
SMA, ada keinginan lagi yang muncul, keinginan itu adalah menjadi seorang guru olah raga, yah, paling tidak seperti guru olah ragaku di SMA, dia energik dan selalu sehat, kerjanya menghabiskan waktu di lapangan dengan siswa-siswa, entah bola atau apa, menjadi alat peraganya, yang penting ketika berolah raga, berkeringat.
Di masa ini, seolah-olah aku dipaksa harus pasti untuk memastikan keinginan yang ku miliki, keinginan ini bisa disebut juga cita-cita, atau mau jadi apa nanti aku setelah lulus SMA. Aku jawab saja dengan lantang pada hatiku, aku ingin menjadi seorang Kadet Akademi Angkatan Laut, calon prajurit yang pernah aku tonton di TVRI saat itu, sepertinya menarik, gagah, berani, bersih, terkesan berwibawa, dan kutahu kampusnya ada di pojok timur Jawa sana, Surabaya, kota yang baru satu kali semasa hidup aku pernah kunjung.
Keinginan ini seakan dejavu masa kecilku, bahwa aku ingin menjadi prajurit. Di masa usia akhir belasan ini juga, aku sempat memiliki keinginan yang cukup absurd pada saat itu, keinginan punya pacar, ah, fakta, atau sejarah membuktikan aku tidak terlalu sukses dalam hal ini, banyak sekali alasannya, ini harus ada di bab lain, tapi yang utama, aku terlalu sibuk dengan aktivitas ekstrakulikulerku.
Dan, kali ini di masa pasca SMA atau masa kuliahku, macam-macam keinginan yang ku miliki, sebut saja, pasti itu adalah keinginanku juga. Keinginan menjadi seorang prajurit, aku usahakan, tujuh kali kucoba mendaftar menjadi seorang prajurit, dan aku paling tidak, pernah merasakan kehidupan militer selama satu bulan dengan kulturnya, aku selesai dengan keinginan ini, tak mengapa. Keinginan menjadi seorang guru, yah, satu tahun penuh aku pun pernah menjadi seorang guru seperti dalam lagunya Iwan Fals “Oemar Bakrie”, mengajar anak SD kelas lima dengan senang gembira.
Keinginan menjadi seorang pengusaha, mungkin aku bisa menjadi orang terkaya dan dermawan di sekitar kotaku, kalau kenginan ini terwujud. Inilah keinginan yang paling membuat aku kreatif dalam hidup, apa pun harus menjadi peluang usaha, keinginan ini juga yang telah membuat aku selalu berpikir positif, kalau kita berusaha pasti kita mendapatkan hasilnya, sekecil apa pun. Dan yang paling keren adalah keinginan menjadi seorang profesor yang mengajar di sebuah kampus, kalau bisa sekaligus menjadi seorang rektornya juga, luar biasa. Masih ada, keinginan menjadi seorang diplomat, entahlah bagaimana caranya, yang pasti keinginan ini sempat juga masuk dalam pikiran aku.
Dan di masa inilah, anak muda sebetulnya diuji kemampuan atau kapasitasnya dalam bertahan hidup. Ini bukan soal bagaimana dia bisa mencari makan, minum dan lain-lain, tapi ini juga menyangkut apakah seorang anak muda ini sudah mengerti kemana arah tujuan hidupnya, untuk apa dia hidup, apa sebenarnya yang harus dilakukan, hal-hal inilah yang sangat menyita konsentrasiku. Karena, aku begitu yakin, soal ini tidak bisa ditawar-tawar lagi, aku harus memikirkannya dengan serius. Soal aku menjadi apa, itu mungkin bisa menjadi nomor sekian, tapi soal apakah aku akan bermanfaat di dunia ini atau tidak, ini masalah yang paling utama. Aku terus berusaha untuk bertarung dengannya mencari jawabannya, di mana saja. Di kampus, di masjid, di pesantren, di toko buku, di seminar, di tempat-tempat yang baik, karena ku percaya di sana aku bisa menemukan jawaban pertanyaan hatiku.
Dari semua keinginan yang aku punya, sudah kuurutkan juga rengkingnya, mana yang menjadi prioritas dan mana yang bukan. Dengan itulah, caraku untuk mengatur langkahku agar tidak membentang ke mana-mana. Jelasnya kawan, aku masih kuliah di jurusan pendidikan Bahasa Inggris. Soal nanti aku jadi apa tidak jadi soal. Yang masih aku fokuskan adalah apa yang sudah aku dapatkan harus benar-benar bermanfaat. Dan terakhir, ini keinginan yang pasti dimiliki oleh setiap orang, dan selalu terngiang-ngiang di hari-harinya apalagi untuk anak muda, keinginan “menikah”.
Keinginan menikah kawan, ini bukan seperti keinginan yang pernah aku punya di masa SMA, keinginan punya pacar, beda sekali. Keinginan menikah adalah keinginan yang terpendam sedalam-dalamnya oleh setiap orang, namun ia begitu hati-hati, jeli, tidak sembarang, tidak buru-buru, dan sabar dalam mencari calon pasangan hidupnya, jelas keinginan ini menjadi ajang pencarian calon suami dan istri. Maaf kawan, aku juga terpikirkan soal ini. Tapi aku juga, ya begitu, begitu hati-hati, maaf, terus ku perhatikan siapa yang sungguh-sungguh tepat bisa menjadi istri aku.
Sedikit pengalaman dalam hal kedekatan aku dengan kaum hawa, membuatku semakin belajar dalam memilih calon pasangan sebetulnya. Ini keinginan yang menurutku keinginan terabsurd. Keinginan ini begitu misteri, sama seperti keinginan yang sekelas lainnya. Kalau ditanya, kapan keinginan ini ingin aku wujudkan, jawabannya, bisa sekarang, besok, setelah lulus S1, bahkan setelah lulus S2, aku tidak begitu kuasa dalam hal ini. Yang ku usahakan adalah sebaik-baiknya aku memperbaiki diri. Itu saja. Dan kubiliang kawan, buatlah keinginan mu pasti, tidak plin-plan, memang banyak keinginan yang aku punya, namun aku memiliki prioritas kawan. Kita harus memilih, sekalipun keindahan keinginan yang lain bisa hilang. Tapi percayalah, keinginan yang kita wujudkan akan membayar semuanya. Keinginan yang terakhir itu sulit untuk kuurutkan dalam rengking, biarlah Sang Maha Pemilik Cinta yang mengaturnya. Terus belajar. Buktikan!
Saya juga sedang mencoba kawan, hehe
Ridlo Abdillah
Februari 2014